Indonesia merupakan salah satu negara yang mengikuti Programme for International Student Assessment (PISA) yang dilakukan oleh organisasi negara-negara di dunia untuk kerjasama dan pembangunan ekonomi (Organisation for Economic Cooperation & Development-OECD). PISA dilakukan pertama kali tahun 2000 dan data terakhir yang telah dipublikasikan adalah PISA 2018. Sejak ada pelaksanaan asessment tersebut, data-data tentang kemampuan membaca siswa di Indonesia menjadi begitu familiar bagi telinga masyarakat terutama kalangan pendidikan di Indonesia.
Dimensi Kecakapan merupakan gambaran mengenai tingkat kecakapan masyarakat dalam mengakses bahan bacaan,yang digambarkan melalui dua indikator: (1) Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin, dan (2) Rata-rata Lama Sekolah penduduk usia 25+. Dimensi Akses merupakan gambaran ketersediaan sumber daya literasi baik di sekolah maupun di masyarakat. Sumber daya literasi di sekolah dilihat melalui dua indikator, yaitu (1) Persentase jumlah perpustakaan sekolah dalam kondisi baik; dan (2) Persentase jumlah petugas pengelola prpustakaan sekolah. Dimensi Alternatif merupakan gambaran kemungkinan yang disediakan oleh perangkat elektronik dan digital dalam mengakses informasi baik di sekolah maupun di masyarakat. Di sekolah, indikator tersebut dilihat melalui (1) Persentase sekolah yang memiliki jaringan internet; dan di masyarakat dilihat melalui (2) Persentase penduduk 5 tahun ke atas yang dalam 3 bulan terakhir mengakses internet; dan (3) Persentase penduduk 5 tahun ke atas yang dalam 3 bulan terakhir menggunakan komputer. Dimensi Budaya merupakan dimensi yang menggambarkan sejauh mana kebiasaan atau perilaku masyarakat dalam mengakses bahan-bahan literasi. Hal ini antara lain tergambar melalui indikator (1) Persentase penduduk berumur 5 tahun ke atas dalam seminggu terakhir yang membaca surat kabar; (2) membaca buku cetak selain kitab suci; (3) membaca artikel/berita yang bersumber dari media elektronik, internet, dan sofcopy; (4) Persentase penduduk berumur 5 tahun ke atas dalam sebulan terakhir yang mengunjungi perpustakaan; dan (5) memanfaatkan Taman Bacaan Masyarakat.
Proses pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap. Pertama, proses pengumpulan data dalam penyusunan indeks literasi membaca dilakukan dengan desk study untuk menelaah dan memetakan data apa saja yang dapat digunakan untuk mendukung indikator pada dimensi indeks yang telah ditetapkan. Data sekunder tersebut antara lain berasal dari publikasi maupun row data dari BPS, Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dari Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (PDSPK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta data jumlah perpustakaan umum dari Perpustakaan Nasional. Data BPS yang digunakan ialah data Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan setiap tahun dan Modul Sosial Budaya Pendidikan yang dilakukan tiap tiga tahun sekali. Selain itu, data juga diperoleh dari beberapa publikasi yang dilakukan oleh BPS selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Selain data tersebut, data BPS lain yang digunakan ialah publikasi Provinsi Dalam Angka serta publikasi Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035.
Dasar Penentuan Batas Minimum & Maksimum Tiap Dimensi
1.Dimensi Kecakapan :
- Melek Huruf Latin, batas : Xmin = 0 & Xmax = 100 (Inpres No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara)
- Rerata Lama Sekolah, batas : Xmin = 0 & Xmax = 15 (Indeks Pembangunan Manusia).
2. Dimensi Akses
- Perpustakaan Sekolah dalam Kondisi Baik, batas : Xmin = 0 & Xmax = 100 (Permendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana).
- Petugas Pengelola Perpus Sekolah, batas : Xmin = 0 & Xmax = 100 (Permendiknas No. 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah).
- Perpustakaan Umum, batas : Xmin = 0 & Xmax = 100 (UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan).
3.Dimensi Alternatif:
- Sekolah Memiliki Akses Internet, batas : Xmin = 0 & Xmax = 100 (Permendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana).
- Mengakses Internet, batas : Xmin = 0 & Xmax = 80 (Jaringan internet yang belum merata di setiap daerah).
4. Dimensi Budaya
- Membaca Surat Kabar, Koran atau Majalah Cetak, batas : Xmin = 0 & Xmax = 30 ("Nielsen: Pembaca Media Digital Sudah Lampaui Media Cetak”, sumber: https://katadata.co.id/berita/2017/12/07/nielsen-pembacamedia-digital-sudah-lampaui-media-cetak).
- Membaca Artikel/Berita dari Media Elektronik & Internet, batas : Xmin = 0 & Xmax = 80 (“Survei APJII: Penetrasi Internet di Indonesia Capai 143 Juta Jiwa,” dalam Buletin APJII Edisi 22 – Maret 2018.).
- Mengunjungi Perpustakaan, batas : Xmin = 0 & Xmax = 50 (Layanan perpustakaan umum belum merata di setiap daerah)
Setelah menetapkan batas minimum dan maksimum pada setiap indikator, selanjutnya dilakukan normalisasi data untuk menstandardisasikan data agar dapat diproses dalam penghitungan indeks dengan menggunakan rumus normalisasi :
I-nor = Xa - Xmin / Xmax - Xmin
Setelah melakukan proses normalisasi pada data, tahap selanjutnya menentukan bobot masing-masing indikator dan dimensi. Dari keempat dimensi yang ada, setiap dimensi diberikan bobot yang sama karena masing-masing dimensi tersebut secara bersama-sama turut mempengaruhi aktivitas literasi. Begitu pula indikator-indikator yang menyusun setiap indeks diberikan bobot yang sama sesuai dengan jumlah indikator di setiap dimensi.
Hasil analisis menunjukkan Index Literasi Membaca Pelajar Provinsi Sumatera Utara 35,73% Dengan Kategori Rendah , sedangkan 49 % siswa kelas 4 SD tidak terampil membaca.
Upaya peningkatan literasi membaca harus berpijak dari adanya ‘kemampuan membaca’. Kemampuan atau kecakapan membaca (proficiency) merupakan syarat awal untuk mengakses bacaan. Setelah memiliki kecakapan membaca, maka langkah selanjutnya ialah membina ‘kebiasaan membaca. pembiasaan menjadi bangsa pembaca bukan hanya perkara menghitung nilai pencapaian setiap akhir belajar. Pembiasaan untuk keluar dari ketidaksabaran dan ketidakcermatan dalam membaca adalah proyek kebudayaan membaca; dan proyek kebudayaan membaca tidak bisa dikerjakan secara instan, kecuali kalau kita hanya ingin meningkatkan indeks dan peringkat literasi membaca kita. Jika cara-cara menumbuhkan budaya literasi membaca yang dilakukan hanya untuk menaikkan peringkat, sesungguhnya kita sedang mendorong belajar bukan untuk mencapai kepandaian, melainkan belajar sekadar mendapatkan nilai rapor dan peringkat".